Al Washliyah merupakan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam yang bersifat sosial, bertujuan mengamal ajaran Islam untuk kebahagiyaan dunia dan akhirat serta mewujudkan masyarakat yang beriman, bertaqwa, aman, damai, adil, makmur, dan diridhai oleh Allah SWT dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai tujuan ini Al Washliyah mengembangkan usaha dan kegiatannya dalam berbagai hal.
Ada 5 (lima) macam usaha dan kegiatan Al Washliyah yang merupakan Panca Amal Al Washliyah, yaitu :
1. Pendidikan dan kebudayaan
2. Dakwah dan kaderisasi
3. Amar makruf nahi munkar
4. Panti Asuhan dan fakir miskin
Sejak awal mulai berdirinya, Al-Washliyah memposisikan diri secara independen yang tidak berafiliasi ke partai politik manapun, ormas yang bergerak dalam wilayah nonpolitik, yang berbeda sama sekali dengan partai politik yang sesungguhnya arah dan keterlibatan kebijakan organisasinya senantiasa bermuatan politik. Al-Washliyah tidak membatasi anggotanya secara pribadi yang ingin men- gembangkan karirnya dalam rangka amal shalih (pendidikan, dakwah dan sosial /ekonomi) kepada partai politik dan ormas yang sah tidak bertentangan dengan idealogi Negara RI. Al-Washliyah tetap independen secara organisasi, tetapi luas untuk pribadi anggotanya dalam berbagai partai politik, yang tentu saja tidak menyertakan simbol-simbol Al-washliyah didalamnya. Al-Washliyah sama sekali tidak bergerak dalam wilayah politik. Ini tidak berarti bahwa Al-Washliyah lalu alergi pada urusan politik, sebab politik dalam arti shiyasah adalah juga menjadi bagian dari urat nadi perjalanan kehidupan umat manusia, sepertinya dakwah.
Visi dan Misi Al-washliyah
Visi Al-Washliyah :
Malaksanakan hablum minallah wa hablum minannas dan turut menciptakan Negara yang haldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur, serta terwujudnya kehidupan masyarakat Indonesia yang islami.
Misi Al-washliyah :
Membangun umat masyarakat dan bangsa Indonesia intuk bertakwa kepada Allah SWT dan berpengatahuan luas serta berakhlak mulia.
Srategi perjuangan Al-Wasliyah
a. Menjadikan Al-Qur’an & sunnah sebagai sumber nilai norma dalam perjuangan Al-Wasliyah.
b. Mengutamakan program kerja dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial menyantuni fakir dan miskin.
c. Menjadikan Al-Wasliyah sebagai milik umat islam dan bangsa Indonesia.
Setelah melakukan beberapa penelitian dan pertimbangan tertentu, maka ketegasan “bermazhab syafi’i” agar diperlunak dengan pendapatan bahwa Al-Wasliyah. Ahlussunnah wal jamaah dengan mengutamakan mazhab syafi’i pernyataan ini tidak pela berarti membatasi angotanya untuk melihat mazhab lain dalam menyusun kepentingan pribadinya.
Iktikad ahlussunnah wal jama’ah
Maksudnya disini ialah orang yang berjalan menurut sunnah Nabi Muhammad SAW dan jama’ah (golongan orang yang banyak).
Al-Jam’iyatul Washliyah lahir sebelum Indonesia merdeka, dalam masa tertindas oleh penjajah Belanda yang masih berkuasa. Al-Jam’iyatul Washliyah didirikan pada tanggal 30 Nopember 1930 M, bertepatan dengan tanggal 9 Rajab 1349 H, yang dipelopori oleh para pemuda dan pelajar, guru-guru dari Magtab Islamiyah Tapanuli Medan dan para Ulama Islam di sekitar Medan.
Dorongan untuk mendirikan organisasi ketika itu dimotivasi oleh beberapa hal :
a. Berakhirnya perang dunia pertama pada tahun 1918 yang membangkitkan semangat untuk merdeka terutama didunia Islam termasuk Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam.
b. Lahirnya pergerakan kebangsaan yang dopelopori oleh Budi Utomo pada tahun 1908 mempengaruhi para pemuda dan pelajar, terutama para pelajar Maktab Islamiyah Medan untuk bersatu dan membina kesatuan dan persatuan melawan penjajah.
c. Munculnya perbedaan pandangan dalam memahami dan menginterprestasikan hokum furuk (cabang) syariat di kalangan umat Islam yang bisa disebut kelompok kaum tua dan kaum muda artau kaum tradisianal dan kaum pembaharu.
Dalam sejarah kita jumpai beberapa pahlawan nasional (Islam) yang dikatagorikan sebagai pahlawan nasioanal seperti pangeran Doponogoporo, Tuanku Imam Bonjol, Teaku Tji’Ditiro, Sultan Hasanuddin, Sultan Banten, Pangeran Antasari, Pangeran Hidayatullah, Pangeran Polem, Tjut Nyak Din, Teuku Umar, Tjut Mutia, dan lain-lainnya.
RIWAYAT PARA PENDIRI DAN TOKOH AL WASHLIYAH
1. Syekh H. Muhammad Yunus
Almarhum Syekh H. Muhammad Yunus adalah seorang ulama Al washliyah yang selama hidupnya mengembangkan dakwah dan pendidikan Islam. Banyak ulama-ulama terkenal yang menuntut ilmu melalui beliau diantaranya adalah H. Abdurrahman Syihab, H. Baharuddin Ali, OK. H. Abdul Aziz, H. Ismail Banda, Abdul Wahab dan lain-lain.
Syekh H. Muhammad Yunus dilahirkan di Perkampungan Pecukaian Binjai, Sumatra Utara pada tahun 1889. Beliau berasal dari Gunung Beringin kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Ayahnya bernama H. Muhammad Arsyad. Di kota Binjai beliau menuntut ilmu pengetahuan dasar agama dengan sabar dan tekun. Melanjutkan pelajarannya di Titi Gantung Binjai dan berguru dengan Syekh H. Abdul Muthalib. Kemudian beliau berguru dengan tuan Syekh H. Abdul Wahab Rokan Naksyabandi di perguruan Babussalam Langkat dengan mendalami ilmu fiqih dan mantik.
Syekh h. Muhammad Yunus tidak pernah henti-hentinya untuk menggali ilmu pengetahuan dariberbagai sumber. Berangkatlah beliau ke Malaysia (Kedah) untuk berguru dengan Syekh Muhammad Idris Petani. Selang beberapa lama kemudian beliau melanjutkan pendidikannya ke Mekkah (Saudi Arabia) belajar dengan Syekh Abdurrahman , Syekh Abdul Qadir Mandili, dan Syekh Abdul Hamid, Setelah beberapa tahun menjadi murid disana beliau pun mengajar di Makhtab Sultiah Mekkah. Sekembalinya dari Timur Tengah beliau menambah pengetahuannya lagi di Malaysia (Penang) dengan Syekh Jalaluddin Petani dan Syekh Abdul Majid Keala Muda Penang.
Sekembalinya di tanah air beliau menyumbangkan tenaga dan pikirannya di Maktab Islamiyah Tapanuli Medan dan menjadi guru atau kepalah di madrasah tersebut. Dalam masa kepmimpinannya makhtab tersebut merupakan Madrasah tertua di Sumatra Timur.Beliau membina murid-muridnya untuk menjalin persatuan tanpa membedakan suku dan etnis dan tingkat kebangsawanan. Melalui persatuan pelajar-pelajar Islam “Debating club” pada tahun 1930 lahirlah organisasi Al Jam’iyatul Washliyah di kota Medan. Ketika para pelajar makhtab Islamiyah Tapanuli mencetuskan lahirnya organisasi yang bernama Al Washliyah mereka meminta pendapat kepada tuan guru H. Muhammad Yunus mengenai nama organisasi ini sesusai shalat Istikharah beliau menyampaikannya di hadapan para khalayak nama organisasi yang baru dibentuk ini adalah “Al Jam’iyatul Washliyah” yang artinya Organisasi yang saling menghubungkan sesamanya.
Dalam usianya ke-60 disaat terjadinya pendudukan Belanda (tahun 1948-1950) beban tanggung jawab beliau sangat berat khususnya dalam bidang ekonomi untuk menutupi kebutuhan keluarga. beliau mempunyai seorang istri dan sepuluh orang anak yang masih kecil. Sampai-sampai beliau haus mengajar diberbagai tempat seperti sekolah menengah Islam Al Washliyah Jalan Hindu Madrasah Al Washliyah di jalan Mabar, mengajar di jalan Sungai Kera Medan, Pasar Bengkel dan Perbaungan. Inilah yang di tekuni beliau setiap harinya belum lagi kegiatan dakwah dan pengajian lainnya. dalam usianya yang semakin lanjut di barengi dengan pekerjaan berat dan tanggung jawab membutuhi keluarga. Beliau pun menderita sakit dari hari ke hari penyakit tersebut semakin parah, sehingga pada tanggal 7 Juli 1950 bertepatan pada tanggal 1 Syawal 1364 H dalam usianya ke 61 tahun beliau di panggil oleh Allah SWT ke sisi-Nya.
2. H. Abdurrahman Syihab
H. Abdurrahman Syihab adalah seorang pendiri dan pejuang Al Jam’iyatul Washliyah, beliau juga seorang ulama yang banyak memberikan pengajaran ke berbagai pelosok negri. Ia dilahirkan pada tahun 1910 di Kampung Paku, galang Kabupaten Serdang Bedagai Sumatra Utara, beliau adalah putra dari H. Syihabuddin seorang kadhi (kepala pengadilan agama) dari Kerajaan Serdang. Sekitar tahun 1918-1922 beliau belajar pada sekolah Gubernamen (SD) dan mengaji pada Makhtab Sairus Sulaiman di Simpang Tiga Perbaungan, kemudian melanjutkan pendidikannya ke Makhtab Islamiyyah Tapanuli di bawah asuhan Tuan Syek H. Muhammad Yunus di Medan dan selanjutnya beliau di angkat menjadi guru di madrasah tersebut.
Sejak berdirinya organisasi ini secara terus menerus beliau duduk menjadi pengurusnya. Pada tahun 1939 beliau melaksanakan ibadah haji ke Makkatul Mukarramah. Di sana beliau menyempatkan diri untuk menuntut ilmu pengetahuan agama dan belajar kepada tuan Syekh Ali Maliki, Umar Hamdan, Haan Masisat, Amin Al Kutubi dan Muhammad Alawy.
H. Abdurrahman Syihab memperkasai berdirinya Madrasah Al Washliyah yang pertama (1 Agusutus 1932) di jalan Sinagar Medan bersama-sama dengan Udin Syamsudin salah seorang tokoh pejuang, Al Washliyah. Kemudian pada tahun 1936 menjadi direktur Madrasah Tsanawiyah Al Washliyah di Jalan Kalkuta dan selanjutnya tahun 1939 menjadi direktur Madrasah Mualimin/Muallimat Al Washliyah. Kemudian pada tahun 1940 menjadi direktur Al Washliyah.
Dari tahun 1937-1939 beliau menjadi anggota Komite menghadapi Ordonantie Nikah Bercatet, menjadi Anggota pengurus Wartawan Muslim Indonesia (PMWI), pengurus Ikhwanusshofa Indonesia sebuah perkumpulan ulama intelektual Indonesia. Sejak tahun 1945-1946 menjadi pengurus Besar Majelis Islam Tinggi Sumatra, ketua pimpinan daerah Majelis Islam Tinggi Sumatra Timur dan wakil ketua Partai Masyumi Sumatra. Beliau pun pernah menjadi utusan muslim Indonesia dalam rapat khusus dengan raja Arab Saudi Ibnu saud di Mekkah dan tahun 1941 menjadi utusan PB Al Washliyah ke Kongres Muslim Indonesia di kota Solo. Tahun 1945 menjadi utusan Sumatra Timur kongres Islam se-Sumatra di Bukit Tinggi. Sampai akhir hayatnya (1954) beliau menjadi ketua Majelis Suro Muslimin Pusat di Jakarta.
Sebagai salah seorang anggota parlemen (DPR Pusat) H. Abdurrahman Syihab banyak memberikan sumbangsih bagi daerah Sumatra Utara. Pada akhir tahun 1954 di Medan beliau mendapatkan serangan penyakit mendadak sehingga harus dirawat di rumah sakit. Karena penyakit yang tak kunjung sembuh, maka pada hari senin tanggal 7 Februari 1955 dalam usianya yang ke-45 beliau di panggil oleh Allah SWT. Beliau meninggalkan seorang istri dan sepuluh orang anak, lima orang laki-laki dan lima orang perempuan.
3. H. Ismail Banda
H. Ismail Banda adalah seorang pejuang Al Washliyah, yang sepanjang hidupnya di tumpahkan untuk kepentingan bangsa dan negara khususnya dalam dunia diplomatik. Beliau dilahirkan di kota Medan pada tahun 1910. Mengenyam pendidikan agama pendidikan agama pada tingkat dasar dan melanjutkan pada tanggal 30 november 1930, dan pada awal berdirinya organisasi Al Washliyah, H. Ismail Banda dipercayakan sebagai ketua I pimpinan organisasi ini.
Pada tahun 1938, H. Ismail Banda berangkat ke Mesir untuk melanjutkan pendidikannya pada fakultas Ushuluddin Universitas Al Azhar Kairo. Kemudian memperoleh gelar Bachelor of Art (BA) dan pada tahun 1940 memperoleh gelar Master of Art (MA) dalam bidang ilmu filsafat. Di negeri seribu piramid ini, H. Ismail Banda melakukan perjuangan dengan para tokoh pejuang Islam untuk kemerdekaan bagi bangsa yang terjajah. Di mesir beliau menghimpun saudara– saudaranya dan membuat persatuan sesama mahasiswa di luar negeri, diantaranya berjuang dengan syekh Ismail Abdul Wahab Tanjung Balai.
Pada masa pemerintahan Jepang (tahun 1945) beliau menjadi salah satu seorang panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang bertugas sebagai penghubung antara pemerintah Mesir, partai–partai politik, surat kabar dan kedutaan asing di Kairo, melalui gerakan–gerakan mahasiswa di Timur Tengah ini terjadilah protes dan demo menentang agresi belanda di tanah air Indonesia. Demo ini berhasil dengan baik, sehingga lapisan masyarakat Mesir mengenal dan membantu perjuangan rakyat Indonesia baik dalam mewujudkan kemerdekaan maupun mempertahankan hingga terlaksananya penyerahan kedaulatan dari tangan Belanda ke pangkuan negara kesatuan Republik Indonesia tahun 1949.
Pada tahun 1947 beliau pulang ke tanah air Indonesia, dan bekerja pada kementrian agama dari tanggal 1 Juli sampai 1 september 1947 yang ketika itu ibukota negara RI berada di Yogjakarta. Pada tahun 1948 beliau diangkat menjadi refrendays pada kementerian luar negri dan menjadi misi haji yang pertama di Saudi Arabia Mekkah. Pada tahun 1950 beliau diangkat menjadi konsulat kedutaan Indonesia di Teheran (Iran) dan selanjutnya tanggal 30 September 1951 menjadi Charge d’af fairs pada kedutaan Indonesia ke kabul (Afghanistan).
Dalam perjalan menuju tempat tugas yang baru di Afganistan, pesawat yang di tumpanginya kecelakaan. Sehingga pada tanggal 22 Desember 1951 telah gugur sebagai kesuma bangsa.
4. Tokoh lainnya
a. Syekh H. Muh.Arsyad Thalib Lubis
Merupakan seorang ulama yang sangat terkenal di zamannya, ia memiliki ilmu pengetahuan yang sangat luas. Banyak buku-buku yang tulisnya sebagai pegangan wajib di Perguruan Tinggi Agama Islam dan madrasah.
Syekh H. Muh.Arsyad Thalib Lubis dilahirkan pada bulan Oktober 1908 di Stabat, kabupaten Langkat Sumatra Utara, ia berasal dari Mandailing Kampung Tambangan kecamatn kota Nopan. Setelah tamat di sekolah rakyat dan madrasah Ibtidiyah di Stabat tahun 1923 melanjutkan pendidikannya di madrasah Ulumul Arabiah di tanjung balai. dari tahun 1925 s/d 1930 belajar di madrasah Al Hasamah di Medan dan selanjutnya memperdalam ilmu tafsir, Al Quran, hadist dan Ushul fiqih pada tahun Syekh Hasan Maksum.
Sejak berdirinya Al Washliyah beliau tetap menjadi anggota pengurus besar organisasi sampai tahun 1956. Sejak 1945 ketika Majelis Islam Tinggi dilebur menjadi partai islami Marsyumi, beliau telah berulang-ulang menjadi pimpinan wilayah dan menjadi anggota majelis Syuro Masyumi pusat (1953-1954).
Pada tanggal 12 Oktober-28 November 1956, ia di utus oleh pemerintahan RI untuk meninjau Uni soviet (Rusia), mengunjungi Tajikistan, samarkand, Moskow, Peking, Ragoon adn Bangkok. Diantara kitab-kitab dan karya beliau terdapat buku populer seperti : rahasia Bibel, Pemimpin Islam dan Kristen, Ruh Islam, tuntunan Perang Sabil, ilmu Pembagian Pustaka, Imam Mahdi, dan lain-lain. Disamping sebagai guru besar pada Universitas Al Washliyah Medan, beliau juga menjadi dosen kebanggan di UISU sampai tahun 1972. Dan pada tanggal 7 Juli 1972 di kota Medan beliau dipanggil oleh Allah kesisinya.
b. Syekh Hasan Maksum
Merupakan seorang ulama besar yang banyak berjasa di tengah-tengah kaum muslimin, Nama beliau adalah Hasanuddin salah seorang putra dari Syekh Muhammad Maksum yang dilahirkan pada tahun 1884 di Labuhan Deli Medan. Pada umur sepuluh tahun beliau belajar sekolah inggris sampai kelas tiga, kemudian dikirim kedua orangtuanya ke Mekkah untuk memperdalam pendidikan agama islam disana.
Pada usia yang kedua puluh beliau berumah tangga kemudian beliau belajar kembali ke Mekkah dan Madinah selama delapan tahun. Pada tahun 1916 beliau sepulang dari Saudi Arabia, beliau menggantikan jabatan orangtuanya sebagai kadhi di Kesultanan Deli.
Di dalam organisasi Al Washliyah beliau banyak berjasa karena tak henti-hentinya memberikan dorongan dan bimbingan kepada pengurus Al Washliyah di antara pimpinan dan ulama Al Washliyah yang menjadi muridnya adalah Syekh H.Muhammad Arsyad Thalib Lubis. Pada pergantian pengurus bulan Juli 1931, beliau diangkat menjadi penasehat organisasi ini. Namun pada usia yang ke 53 tahun tepatnya pada tanggal 7 Januari 1937 M atau 24 Syawal 1353 H.
c. H. Muh. Ismail Lubis
Almarhum merupakan seorang ulama terkenal yang lahir pada tahun 1900, semenjak kecilnya belajar pada sekolah dasar Belanda kemudian belajar pada Makhtab Islamiyah Tapanuli di Medan.
Setelah tamat pada tahun 1921 beliau mengajar di Binjai, sambil menggali ilmu pengetahuannya beliau pindah ke kota Medan dan oleh Kesultanan deli beliau di angkat menjadi Kadhi wilayah Percut.
Beliau juga pengarang pengarang buku-buku agama, disamping itu beliau pun menjadi pengasuh majalah suara Islam dan banyk memberikan ulasan-ulasan dan fatwa sekitar hukum-hukum agama dalam organisasi Al Washliyah. Disaat umat Islam dirundung duka dengan meninggalnya Tuan Syekh Hasan Maksum, tiba-tiba pada hari Sabtu 9 Januarim1937 atau 26 Syawal 1355 H, beliau dipanggil oleh Allah SWT bertempat di kediaman di Jalan Mabar Medan tutup usia 37 tahun, meninggalkan seorang istri dan 4 orang anak yang masih kecil-kecil.
0 comments:
Post a Comment